Sabtu, 08 Januari 2011

Palangkaraya Status "Awas" HIV/AIDS



Add caption
SATU Desember sudah sejak tahun 1998 diperingati sebagai Hari AIDS Sedunia. Peringatan Hari AIDS Sedunia berawal dari Pertemuan Puncak Menteri-menteri Kesehatan dari 148 negara yang tergabung dalam WHO untuk Program Pencegahan AIDS pada 1 Desember 1988 di London, Inggris.


Tahun ini, di Tanah Air Hari AIDS Sedunia juga diperingati di sejumlah daerah dengan berbagai aksi. Di Palangka Raya, misalnya, sejumlah unjuk rasa dan aksi digelar. Ada yang berharap masyarakat mewaspadai bahaya AIDS dan tak mengucilkan para penderita dengan membagikan kondom. Seperti yang dilakukan PKBI Kalteng akan membagikan kondom di km 12 Palangkaraya 1 desa, dan km 19 Kasongan 2 Desa. Tapi ada juga yang menolak dengan memberikan pemahaman bahwa kondom tak bisa dicegah dengan kondom keculai dengan Agama. Perkembangan terbaru soal kasus HIV/AIDS di Palangkaraya menyebutkan 4 orang terinfeksi, wah gimana dengan Kampus qt Ya??? Ini mah seperti fenomena gunung es, yang nggak ketauan leubih guede...
Sampai sekarang, AIDS masih menempati peringkat keempat penyebab kematian terbesar di dunia. Menurut WHO (2009) jumlah penderita HIV/AIDS sebanyak 33,4 juta jiwa di seluruh dunia. Di Indonesia, kasus HIV/AIDS ditemukan pertama kali tahun 1986 di Bali. Departemen Kesehatan RRI memperkirakan, 19 juta orang saat inii berada pada risiko terinfeksi HIV. Adapun berdasarkan data yayasan AIDS Indonesia (YAI), jumlah penderita HIV/AIDS di seluruh Indonesia perMaret 2009, mencapai 23.632 orang. Dari jumlah itu, sekitar 53 persen terjadi pada kelompok usia 20-29 tahun, disusul dengan kelompok usia 30-39 tahun sekitar 27 persen.
sebenernya kondomisasi itu telah dikampanyekan sebelumnya dalam hal upaya pembatasan kelahiran, dalam rangka kampanye keluarga berencana, ataupun dalam gerakan zero population growth, karena kondom termasuk salah satu alat yang dapat mencegah kehamilan. Kondomisasi dalam rangka keluarga berencana itu ditujukan kepada pasangan suami isteri, bukan ditujukan kepada para remaja. Jadi berbeda sifatnya dengan kampanye kondomisasi dalam pencegahan penularan HIV, karena kampanye ini justeru ditujukan pada remaja yang tidak dapat menahan hasrat seksualnya.
Prof. Dr. Dadang Hawari (2002) pernah menuliskan hasil rangkuman beberapa pernyataan dari sejumlah pakar tentang kondom sebagai pencegah penyebaran HIV/AIDS antara lain sebagai berikut:
 Efektivitas kondom diragukan (Direktur Jenderal WHO Hiroshi Nakajima, 1993).§
 Virus HIV dapat menembus kondom (Penelitian Carey [1992] dari Division of Pshysical Sciences, Rockville, Maryland, USA).§
§ Penggunaan kondom aman tidaklah benar. Pada kondom (yang terbuat dari bahan latex) terdapat pori-pori dengan diameter 1/60 mikron dalam keadaan tidak meregang; dalam keadaan meregang lebar pori-pori tersebut mencapai 10 kali. Virus HIV sendiri berdiameter 1/250 mikron. Dengan demikian, virus HIV jelas dengan leluasa dapat menembus pori-pori kondom (Laporan dari Konferensi AIDS Asia Pacific di Chiang Mai, Thailand (1995).
Jika para remaja percaya bahwa dengan kondom mereka aman dari HIV/AIDS atau penyakit kelamin lainnya, berarti mereka telah tersesatkan (V Cline [1995], profesor psikologi dan Universitas Utah, Amerika Serikat). Prof. Dadang Hawari meyakini, dari data-data tersebut di atas jelaslah bahwa kelompok yang menyatakan kondom 100 persen aman merupakan pernyataan yang menyesatkan dan bohong (Republika, 13/12/2002).
Seperti diketahui penyebaran HIV itu melalui salah satu ataupun kombinasi jalur: seks bebas, homoseksual, jarum suntik (narkotika) dan melalui darah, baik itu dari ibu yang mengandung ke jabang bayi, maupun melalui transfusi darah dari orang ke orang. Dan sudah kita maklum pula bahwa para ulama baik sebagai lembaga (MUI) maupun sebagai orang per orang tidak ada yang setuju, artinya menolak dengan tegas pemakaian kondom dalam upaya mengurangi intensitas penularan HIV, virus yang melumpuhkan sistem pertahanan tubuh tersebut. So kondom solusi terburuk yang pernah ada!.
Trus Gimana???
Untuk kelancaran Pembangunan daerah, Palangkaraya perlu membuka diri secara selektif. Kita tidak boleh menutup diri dari nilai-nilai operasional dari luar. Yang baik kita terima, seperti misalnya nilai operasional kinerja (produktivitas, efektivitas, efisiensi). Dalam konteks pembangunan di Palangkaraya ini yang disebut baik adalah nilai operasional yang tidak bertentangan dengan nilai-nilai agama, khususnya nilai akhlaq.
Kiranya perlu dijelaskan istilah akhlaq dengan moral, untuk menghindarkan kerancuan peristilahan. Aktualisasi nilai syari'at yang berlandaskan nilai aqidah berwujudkan ibadah, dan ibadah membuahkan akhlaq. Sedangkan aktualisasi nilai budaya membuahkan moral. Nilai budaya dianggap benar berdasar atas kesepakatan komunitas.
Nilai-nilai Al Furqan (aqidah dan syari'at) adalah kebenaran mutlak, karena bersumberkan wahyu dari Yang Maha Mutlak: Al Haqqu min Rabbika (S. Al Baqarah, 147). Kebenaran itu dari Maha Pemeliharamu (2:147).
Di negara-negara barat kebebasan seks sudah membudaya bahkan sudah menjadi nilai budaya, oleh karena kebebasan seks itu sudah disepakati oleh komunitas. Hubungan seks tidak lain adalah masalah perdata. Kekuasaan hakim berdasar atas pola-pikir bahwa rentang kekuasaan hakim hanya menjangkau hingga pintu kamar tidur. Barulah menjadi urusan sistem peradilan jika suami dari isteri, ataupun isteri dari suami yang berhubungan seks itu berkeberatan. Sayangnya pola-pikir ini masih dianut oleh sistem peradilan di Indonesia, karena masih tertera dalam fasal 284 dalam KUHP.
Kondomisasi menyangkut nilai operasional kinerja, khususnya efektivitas. Kondomisasi tidak dapat dilepaskan dari sistem nilai komunitas di barat, yaitu kebebasan seks. Bagi komunitas yang menerima nilai bebas seks sebagai suatu kesepakatan (nilai budaya), kondomisasi bukan masalah. Dalam kondisi yang demikian itu, kondomisasi yang bertumpukan budaya bebas seks hanyalah menjadi urusan pribadi, sehingga dalam kalangan lembaga (dan para anggota lembaga itu) yang aktif dalam penanggulangan penyebaran HIV itu, kondomisasi bukanlah masalah yang harus ditentang, bahkan sangat dianjurkan oleh karena menyangkut nilai operasional kinerja khususnya efektivitas.
Alhasil, kondomisasi yang mengandung nilai operasional kinerja khususnya efektivitas yang bertumpu di atas nilai budaya bebas seks tidak sesuai dengan nilai agama terkhusus nilai akhlaq. Itu berarti bahwa atas dasar amar ma'ruf nahi mungkar, kondomisasi itu harus ditolak. Maka seharusnya pula kondomisasi ditolak oleh lembaga Islami (dan orang-orang dalam lembaga itu) yang aktif dalam penanggulangan penyebaran HIV tersebut di Indonesia,atas dasar amar ma'rufnahi mungkar tersebut. Oleh karena kondomisasi harus dirolak atas dasar amar ma'ruf nahi mungkar, maka harus ditempuh upaya penaggulangan penyakit AIDS yang bersifat strategis tanpa kondomisasi. Kesemua itu tidak lain adalah buah dari sekularisme dan liberalisme yang kini menjangkit umat, maka harus dikubur secepatnya.
Wallahu a’lam bi ash-shawab[]

0 komentar:

Posting Komentar



 
media kampus Copyright © 2010 Blogger Template Sponsored by Trip and Travel Guide