Minggu, 09 Januari 2011

Terima Kasih Gayus…


 Gayus lagi Gayus lagi’. Mungkin itu seloroh kita mendengar plesirannya Gayus Tambunan ke Malaysia, Singapura dan Macau setelah kasus jalan-jalannya ke Bali di akuinya. Gayus memang hebat selain bisa 68 kali keluar masuk penjara dengan bebas kasus Gayus mampu menyedot perhatian masyarakat dalam waktu yang lama dan melibatkan semua unsur penegak hukum. Mulai kepolisian (dibukanya blokir rekening gayus 28 M), Kejaksaan (bocornya rencana tuntutan), Kehakiman (dibebaskannya Gayus oleh hakim di pengadilan Tangerang), Pengacara (Haposan) dan yang terakhir Depkumhampun merasa kecolongan karena gayus terbang keluar negri ’mengecoh’ imigrasi. Kalau meminjam bahasanya Mahfud MD Kepolisian, Kejaksaan, Kehakiman serta Pengacara di kencingi Gayus dan semua berebut kencingnya Gayus. Kasus Gayus tentu semakin menambah gelap wajah pemberantasan korupsi di Indonesia yang memang sudah kelam. 



Di tingkat daerahpun tak jauh berbeda, korupsi terjadi di semua level dari kelurahan sampai Provinsi dari proyek yang ecek-ecek sampai proyek  ratusan milyar rupiah. Bupati/Gubernur masuk penjara karena korupsi jadi fenomena biasa. Bahkan korupsi masuk ke lembaga-lembaga pendidikan dan lembaga agama yang tugasnya mencerdaskan bangsa dan membina generasi.
Padahal dalam konsep pencegahan, Indonesia memiliki perangkat yang cukup lengkap. Pemerintah pernah mengenal konsep pengawasan melekat (waskat,pengawasan pejabat  terhadap 3 tingkat pejabat dibawahnya) dan pengawasan internal (wasnal)  yang terdiri dari Aparat Pengawas Intern Pemerintahan (APIP) dan Aparat Pengawas Ekstern Pemerintahan (APEP). Jumlahnya totalnya ada 9 buah; BPKP, Irjenbang, Irjen Departemen, Itwilprop, dan Itwilkab/Itwilko, yang khusus bea cukai, angkatan laut dan TNI memiliki sendiri).
Undang-undangnyapun  termasuk yang paling lengkap didunia. Jumlahnya lebih dari 11, UU No 3 /1971 tentang pemberantasan tipikor ; UU No 8/1974 tentang pokok-pokok kepegawaian; PP No 32/1979 tentang pemberhentian PNS; PP No 30/1980 tentang peraturan disiplin PNS; Kepres No 52/1970 tentang pendaftaran kekayaan pejabat, PNS, dan ABRI
Memasuki milenium baru, lahir UU No 28/1999 tentang penyelenggaraan negara yang bersih dari KKN yang disusul dengan pembentukan Komisi Pemeriksa Harta Kekayaan Penyelenggara Negara. Indonesia juga memiliki UU No 31/1999 tentang tipikor serta empat PP penjelasnya.
UU No.20/2001 pun telah lahir. Lembaga superbody Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK) pun telah di bentuk dengan UU No.30/2002. Faktanya korupsi bukannya reda tapi malah menjadi. Tak heran banyak orang bilang Orde Lama korupsi di bawah meja, Orde baru korupsi di atas meja, nah Orde Reformasi mejanyapun hilang di korupsi.
  
Korupsi subur dalam negara sekuler
Lord Acton seorang ahli ilmu politik mengatakan ”setiap kekuasaan cenderung korup. Kian lama seorang berkuasa, korupsi akan semakin menjadi jadi.”
Lebih memprihatinkan John Noonan, guru besar ilmu hukum di Universitas California AS mengatakan ”Tidak ada jabatan resmi yang bebas dari korupsi; apakah pejabatnya itu Fir’aun, Sri Paus, atau politisi”
Ir. Jamil Azzaini, Direntur pesantren Abdurrahman bin Auf klaten dan direktur Dompet Duafa Republika menyatakan bahwa KKN merupakan suatu fungsi dari kekuasaan (K) wewenang (W) seseorang terhadap suatu aktifitas, tingkat good governance (G), dan tingkat keimanan seseorang (I)
KKN=(K+W)-(G+I)
Tingkat Good Governance dicerminkan dengan transparansi, akuntabilitas,keadilan bagi semua pihak yang terlibat dan independensi bagi pengambil keputusan. Sementara tingkat keimanan seseorang ditunjukkan dengan kesadaran yang amat mendalam bahwa apapun dan kapanpun yang dilakukan dibumi akan di mintai pertanggungjawaban di hadapan Allah.
            Dengan rumusan ini, korupsi akan tumbuh subur pada sistem kapitalis atau sering di sebut sekular (fashluddin anil hayah) yaitu sistem yang menjauhkan agama dalam mengatur urusan dunia. Sistem yang hanya membatasi agama hanya pada ruang spiritual dan melarang agama pada ruang politik publik. ”Jangan bawa agama pada urusan dunia” begitu kira-kira prinsip sekuler, seolah perbuatan dunia lepas dari akherat dan berdiri sendiri-sendiri. Lupa bahwa sekecil ’atom’pun semuanya akan ada perhitungannya.
            Kenapa korupsi subur pada negara sekuler ? Setidaknya ada tiga alasan. Pertama, sistem kapitalis (sekuler) sengajarkan pemisahan urusan agama dengan kehidupan. Seseorang hanya boleh membawa-bawa agama ketika sedang berada di tempat ibadah, sedang berdoa atau sedang melakukan aktifitas ritual agama lainnya. Sebaliknya ketika ketika sedang bekerja, mengatur negara dan menjalankan aktifitas kehidupan lainnya agama harus dicampakkan. Tingkat keimanan sangat diabaikan dalam sistem kapitalis. Padahal, tingkat keimanan menjadi salah satu pengurang atau penghalang seseorang melakukan tindakan korupsi. Dengan faktor pengurang hanya good Governance KKN tetap akan tumbuh dengan model dan bentuk yang sulit di lacak dan dibuktikan secara administratif dan hukum.
            Kedua, paradikma kesusksesan dalam sistem kapitalisme adalah apabila seseorang memiliki harta yang berlimpah dan atau jabatan yang tinggi di masyarakat. Maka seseorang akan berlomba mengumpulkan harta sebayak-banyaknya dan mengejar jabatan setinggi-tingginya. Ketika seseorang sedang berkuasa dan mempunyai wewenang, ia akan menggunakannya untuk memperoleh harta dan kekuasaan yang lebih tinggi. Cara yang ditempuh beraneka ragam diantaranya dengan KKN, seperti yang dinyatakan Abdul Rahman Ibn Khaldun (1332-1406),”sebab utama korupsi adalah nafsu untuk hidup mewah dalam kelompok yang memerintah.”
            Ketiga, asas manfaat menjadi ukuran seseorang melakukan perbuatan. Setiap pekerjaan atau perbuatan yang mendatangkan manfaat akan dilakukan tanpa melihat halal dan haram. Aji mumpung akan digunakan dalam berbagai kesempatan.   
           
Sistem pembuktian terbalik
Persoalan hukum pejabat negara tentu tidak sama dengan persoalan hukum masyarakat biasa. Kedudukan mereka lain dengan kebanyakan rakyat yang menjadi permasalahan yang khusus. Artinya kedudukan mereka sebagai pejabat merupakan suatu kedudukan yang senantiasa harus dimintai amanah dan tanggung jawabnya didunia dan di akhirat.
Jika dalam tugasnya sebagai pejabat terdapat kejanggalan-kejanggalan, terutama dalam perolehan harta yang begitu mencolok dengan gaji dan tunjangan yang diterimanya, secara langsung dia akan berada pada posisi tertuduh. Artinya, permasalahannya adalah pejabat itulah yang harus menghadirkan bukti-bukti bahwa harta yang dimilikinya selama menjabat adalah bersih dari praktik-praktik penyelewengan.
Dengan pembuktian terbalik harta para pejabat, mekanisme untuk menjerat para koruptor dan perampas harta rakyat bukanlah hal yang sulit. Alasan ketidaklengkapan perangkat hukum dan undang-undang untuk menjerat mereka bukan lagi menjadi soal. Khalifah Umar ibn al-khaththab tidak segan-segan menyita sejumlah kelebihan harta pejabat dari yang telah ditentukan sebagai penghasilannya yang sah jika beliau meragukan harta pejabat tersebut.
Perangkat hukum yang kabur dan berbelit-belit justru sering semakin mempersulit pembuktian seseorang  dalam kasus korupsi. Tidak jarang seorang koruptor kelas kakap justru bebas melewati mekanisme hukum dalam suatu peradilan.
Mekanisme penggajian yang layak, transparansi penghasilan pejabat, dan profesionalisme dalam melaksanakan tugas pemerintahan memang menjadi prasyarat yang sangat penting untuk efektifitas pembuktian terbalik ini.
Sayang DPR yang di negeri ini memiliki hak untuk membuat undang-undang pembuktian terbalik malah menolaknya. Tak heran memang karena banyak anggota dewan kaya mendadak setelah menjabat.          

Hukuman Tegas Koruptor
Aisyah r.a. meriwayatkan ”Rasulullah saw. memotong tangan pencuri pada (pencurian) ¼ dinar atau lebih”. (H.R. Bukhari)
Artinya  nishab untuk jatuhnya hukuman potong tangan adalah 1/4 dinar (1 dinar = 4,25 gr emas), atau senilai dengan 1,0625 gr emas. Dengan asumsi 1 gram emas senilai 400.000 maka nishab potong tangan 1,0625 gr emas senilai 425.000
Kalau seorang yang mukalaf (telah terbebani hukum) mencuri 425.000 sudah bisa dijatuhi potong tangan, terus hukuman apa yang harus dijatuhkan kepada pengemplang BLBI yang merugikan negara ratusan triliun, pengemplang PMS dan FPJP bank Centuri 6,7 triliun dan mafioso pajak Gayus tambunan yang telah mengaku menerima suap dari Kaltim Prima Coal, Bumi Resource dan Arutmin senilai 30 Milyar.? Tentu bukan hanya potong tangan melainkan potong kepala. Itu baru sepadan untuk menebus kesalahannya.
Sayang RUU tindak Pidana korupsi yang terbaru tak memasukkan hukuman mati. Bagaimana hakim bisa menghukum mati koruptor jika UU nya nanti tak mengaturnya?.  

Hadiah ke Pejabat adalah Suap
            Imam Bukhari dan Muslim telah menuturkan riwayat dari Abu Humaid as-Sa’idi : Sesungguhnya Rasulullah saw pernah mengangkat Ibn Lutbiyah sebagai amil untuk mengurusi zakat Bani Sulaim. Ketika ia datang kepada Rasulullah saw. Dan beliau meminta pertanggungjawabannya, Ia berkata, ”ini untuk anda dan ini adalah hadiah yang dihadiahkan kepadaku.” lalu Rasulullah saw  bersabda ”apakah tidak lebih baik engkau duduk-duduk saja dirumah bapakmu dan dirumah ibumu sehingga datang kepadamu hadiahmu itu jika kamu memang orang yang jujur...” (HR al-Bukhari dan Muslim)  
Jelas pemberian hadiah kepada pejabat yang mengemban tugas negara adalah haram.

Terima Kasih Gayus...
            ’Geregetan’ kepada Gayus mungkin ada benarnya tapi kalau kita jujur ada baiknya kita berterima kasih pada Gayus. Terimakasih karena dengan ’kejujuran’ Gayus kita bisa mengerti banyak orang yang tak jujur di Dirjen Pajak, kita bisa mengerti ternyata jeruji penjara mako brimob yang terkenal kokoh ternyata sudah rapuh karena bisa di’gergaji’ dengan uangnya Gayus.
            Dengan Gayus kita tahu ternyata pasport untuk ’menghilang’ mudah di peroleh dengan Gayus pula kita bisa berkaca sehingga bisa melihat wajah bopeng hukum kita, tuntutan hukuman ditransaksikan seperti jual beli kopi dan peradilan dikendalikan oleh para mafia hukum. Lebih dari itu kita jadi tahu sudah banyak diantara kita yang beranggapan Tuhan telah buta. Terima kasih GAYUS.....       

Penulis Dosen STAIN Palangka Raya

0 komentar:

Posting Komentar



 
media kampus Copyright © 2010 Blogger Template Sponsored by Trip and Travel Guide